Wali Murid Mengeluh ,Anggota Komisi V DPRD Jabar Dadan Hidayatullah,Minta Sekolah Daring Untuk Di Evaluasi

BANDUNG(MK) : Seiring masa Pandemi Covid-19 belum berakhir sekolah-sekolah menerapkan kebijakan belajar tanpa tatap muka atau belajar di rumah, Namun demikian keadaan itu mulai dikeluhkan oleh Para orang tua murid utamannya sekolah dasar (SD) Banyak di antara orang tua yang tidak mampu dalam menjelaskan dan menerjemahkan bahan ajar kepada anak di rumah dan kesulitan membagi waktu antara bekerja dan membimbing anaknya untuk menjalankan kegiatan tugas belajar mengajar dengan cara daring.

Salah seorang wali murid Desri (29) menyampaikan bahwa ia tidak mampu membantu anaknya yang kelas I. Hal ini disebabkan kemampuan memberikan bahan ajar sangat terbatas, apalagi kesulitan membagi waktu bekerja dengan memberikan pelajaran di rumah, Rabu (22/7)

“Saya sangat berharap sekolah kembali dibuka, pasalnya anak akan lebih pas jika belajar didampingi gurunya, daripada orangtua,” jelas karyawati swasta ini.

udah (30) wali murid SD lainnya juga meminta sekolah kembali di buka. Hal ini disebabkan ia tidak bisa mengajarkan membaca kepada anaknya yang pada saat ini kelas 1 SD.

“Saya berharap berharap sekolah dibuka, dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. Jika perlu lakukan swab berkala kepada guru-guru di sekolah. Jujur, kami kewalahan dalam penerapan belajar daring ini di rumah,” pintanya.d

Sementara itu Anggota DPRD Jawa Barat Komisi V Dadan Hidayatullah saat dihubungi menjelaskan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pembelajaran secara daring merupakan cara terbaik dan aman dalam melakukan proses pendidikan.

“Cara merupakan cara yang sangat efektif karena siswa dapat terus belajar tanpa harus datang ke sekolah sehingga dapat terhindar dari paparan virus covid-19,” jelasnya.

Dadan mengakui bahwa pembelajaran daring di dunia pendidikan Indonesia merupakan hal yang sangat baru. Alhasil, guru yang biasanya mengajar dengan tatap muka harus lebih mengeksplore kemampuan dan keterampilannya guru dalam merancang pembelajaran secara daring. Sementara siswa harus dapat beradaptasi dengan belajar tanpa bertemu dengan guru.

“Dari hasil pengamatan saat ini pembelajaran daring masih terfokus pada pengembangan pembelajaran pada ranah pengetahuan (kognitif) sementara ranah pengembangan sikap (afektif) dan keterampilan belum bisa dikembangkan secara efektif. Sebagai contoh pada pembelajaran IPA, siswa perlu dilatih untuk terampil dalam menggunakan alat misalnya mikroskop atau alat lainnya, dalam hal ini pembelajaran secara daring belum mampu menfasilitasi keterampilan tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut Dadan menambahkan pembelajaran secara daring memiliki keterbatasan dalam hal pengguna. “Pembelajaran secara daring belum efektif dilakukan pada jenjang pendidikan dasar, seperti pada pendidikan anak usia dini, TK, dan SD kelas rendah (kelas 1-3). Selain itu jika dilihat dari aspek ekonomi tidak semua orang tua memiliki kemampuan untuk membeli dan menyediakan perangkat ini untuk anaknya dalam belajar, apalagi dalam kondisi pandemi yang sebagian besar orang tua memgalami penurunan pendapatan/penghasilan bahkan ada yang dirumahkan,” tambahnya.

Selain itu Dadan memaparkan bahwa pembelajaran secara daring memang baik, namun harus dilakukan pengkajian ulang jika dilaksanakan secara lama.

“Seberapapun canggihnya teknologi namun dalam proses pendidikan kehadiran dan sentuhan guru masih sangat diperlukan terutama dalam mengembangkan ranah sikap dan keterampilan siswa, agar proses pendidikan dapat berjalan secara utuh. Pendidikan itu tidak hanya membekali siswa dengan pengetahuan semata namun juga penting dalam mendidik sikap, perilaku dan mental siswa dan hal ini diperoleh dalam pembelajaran tatap muka,” tambahnya.